Aksi Kamisan Takkan Berganti Aksi Jumatan

Aksi Kamisan Takkan Berganti Aksi Jumatan

Aksi Kamisan tak mungkin berganti aksi jumatan

Sudah memasuki angka 452 kali aksi kamisan di gelar di depan istana oleh para keluarga korban pelangaran HAM, dari kasus Genosida PKI 1965, kasus pembunuhan Munir, kasus marsinah, tragedi trisakti, tragedi simanggi 1 & 2, tragedi talangsari atau kasus lainya yang menyangkut hak asasi manusia. Terhitung sejak tangal 18 januari 2007 mulai jaman bapak SBY yang suka rekaman dan bikin lagu itu, hingga sekarang yang sudah masuk jaman era bapak jokowi yang terlihat ya begitu, iya begitu. para ibu dan bapak masih berdiri di depan istana dengan istiqomah, kurang lebih sudah hampir memasuki tahun ke 10.

Mungkin banyak yang tidak tahu aksi kamisan dan apa yang mereka teriakan sampai setia sekali berdiri di depan istana setiap kamis. Aksi kamisan, aksi yang di lakukan para keluarga korban dan korban pelanggran Ham pada masa lalu dan HAM nasional, yang sejatinya berdiri dengan memakai pakaian hitam dan payung hitam di depan istana negara pukul 4 hingga pukul 5 sore setiap kamisnya. Aksi kamisan mengadopsi aksi serupa di Argentina, mungkin kalo saya tak salah tulis karena sering typo atau grogi karena mau nulis pertama di mojok, di plaza de mayo, argentina, para keluarga pelanggaran ham berkumpul untuk menuntut pelaku pelanggaran ham untuk di adili, sigkat cerita butuh waktu 30 tahun, akhirnya pemerintah memenuhi permintaan keluarga korban dan mengadli para pelaku.  Sampai sini mungkin sudah ada yang pernah liat dan ya setidaknya melihat di tv, wong sering masuk tv. Mungkin kita saja yang tidak sadar karena terlalu sering mengganti channel ke tv swasta yang menanyangkan serial sinetron manusia bisa berubah menjadi binatang, dengan efek ala kadarnya atau kita terlalu sering melihat acara komedi berdiri yang lagi hits akhir-akhir ini. Yaa itu urusan kalian, saya tidak punya hak untuk memaksa wong yang bayar listrik bapakmu toh. Kembali pada kamisan, apa yang mereka minta dari pemerintah ? selama 10 tahun apa pemerintah diam dan seakan tak tahu, wong aksinya di depan istana masa iya tidak lihat dari jendela istana yang besar itu atau mereka selalu pulang lewat dari pintu belakang selama ini, jadi wajar tak tahu ada aksi ini tiap kamisnya? sudahlah saya percaya bapak-bapak dan ibu pejabat kita tak sampai sejauh itu.

Para keluarga korban tak muluk-muluk menuntut, hanya ingin keadilan ditegakan saja, singkatnya seperti itu. Sudah singkat dan jelas apa yang mereka tuntut toh, masih saja di abaikan. Kelurga korban meminta para pelaku dan terduga pelanggaran HAM sok atuh segera di adili bukan diberi keluasan untuk bebas dan malah diberi angin segar di kursi penguasa. Malah akhir-akhir ini kita dikagetkan dengan salah satu menteri kabinet baru bapak jokowi yang baru saja melakukan reshuffle kabinet memasukkan nama yang di gadang-gadang bertanggung jawab untuk beberapa pelanggran HAM berat di masa lalu, tak usah saya sebut namanya pasti sudah pada tahu wong beritanya ramai. Entah apa yang di rasa para keluarga korban setelah tahu berita ini, 10 tahun menuntut keadilan untuk segera menarik pelaku diadili, malah di beri kejutan, yang meraka cari naik di kursi menteri. Memang lucu negeri ini. Kenapa tidak segera dijadikan kumpulan dongeng saja semua cerita negeri ini, saya rasa di masa datang anak cucu kita senang dan tertawa ketika membacanya. Mungkin best seller pula.

Setelah sekian lama, hampir 10 tahun dan pamor aksi tak banyak yang tahu, apa perlu mengganti hari menjadi hari jumat? menjadi aksi jumatan, mungkin lebih bisa menarik perhatian halayak publik. Mengganti pakaian dan payung hitam menjadi baju koko dan sajadah mungkin, agar lebih mencolok? saya rasa pemerintah lebih suka hal yang berbau begitu agar di lihat dan diperhatikan, nyatanya memang benar pemerintah suka sekali seperti itu, wong orang salah ucap pancasila dijadikan dutanya, wong mengaku anak jendral BNN dijadikan duta narkoba, bukan begitu. Jangan sampai itu terjadi, makna yang terpendam dari diam dan berdiri lebih jauh menikam pikiran dibanding mempertontonkan kebodohan hanya untuk di lihat.

Aksi kamisan nyata seharusnya menjadi aksi menolak lupa, bahwa dulu kita memiliki sejarah kelam HAM baik masa lalu atau HAM nasional yang belum terungkap pelakunya, bukan sekedar aksi berpuluhan tahun yang tak memuai hasil dan benar-benar nihil pencapaian. Jangan sampai aksi itupun luput dan berganti hari karena tak direspon dan harus melakukan hal-hal di luar nalar agar di perhatikan, saya rasa tidak harus seperti itu . sebagai penutup saya mengutip perkataan orang yang saya ambil dibuku yang tak sengaja saya ambil dan baca, epistemologi kiri, listiyono santoso dkk :


“segala kebenaran maunya diketahui dan dinyatakan, dan juga dibenarkan, kebenaran itu sendiri tidak memerlukan itu, karena dia lah yang menunjukan apa yang diakui benar dan harus berlaku”. (Paul Natorp).